Bincang Kebudayaan KAN: Moderasi Beragama dan Tantangan Pendidikan di Kalimantan

Palangka Raya, 27 Juli 2025 – Kalimantan Academic Network (KAN) kembali menghadirkan ruang dialog akademik melalui kegiatan Bincang Kebudayaan yang diselenggarakan di Eltipark, Palangka Raya. Acara ini menghadirkan Dr. Fahmy Lukman, M.Hum, dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Bandung, dengan tema “Moderasi Beragama dalam Dunia Pendidikan: Penelusuran Genealogi dan Implikasinya terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia di Masa Depan.” Diskusi berlangsung interaktif dan dipandu oleh Agung Wibowo, Ph.D, selaku host.

Dalam pengantarnya, panitia menegaskan bahwa moderasi beragama kini telah menjadi paradigma baru dalam dunia pendidikan, meski kemunculannya lebih banyak dipicu oleh respons terhadap radikalisasi dan ekstremisme keagamaan di era digital. Tanpa fondasi epistemologis dan historis yang kuat, konsep ini berpotensi menimbulkan kebingungan dalam arah pendidikan dan bahkan dapat memengaruhi pembentukan karakter serta kualitas sumber daya manusia bangsa. Oleh karena itu, penting dilakukan penelusuran genealogis dan kajian kritis terhadap implementasinya.

Dr. Fahmy Lukman dalam paparannya menekankan bahwa Islam memandang kehidupan dunia dan akhirat sebagai satu kesatuan pandangan hidup yang khas, berbeda dengan sekularisme yang memisahkan keduanya atau sosialisme yang menafikan kehidupan sebelum dan sesudah dunia. Perbedaan mendasar inilah yang sering menimbulkan benturan dengan sistem kapitalisme maupun sosialisme. Menurut Dr. Fahmy, seorang Muslim yang konsisten menjalankan ajarannya tidak bisa begitu saja disebut radikal ataupun moderat karena istilah-istilah tersebut tidak memiliki makna substansial dalam Islam.

Diskusi kemudian berkembang dengan hadirnya tanggapan dari peserta. Mofit Saptono, mantan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Tengah, mengingatkan agar istilah moderasi tidak dijadikan alat framing yang dapat menstigma orang berprinsip sebagai radikal. Ia juga menekankan bahwa ujung dari ekstremisme sering digiring menuju isu terorisme yang tidak jarang digunakan sebagai alat politik, sementara pendidikan karakter tetap harus menjadi fokus utama. Sementara itu, Saefullah, dosen Agama Islam Universitas Palangka Raya, merefleksikan pengalamannya mengikuti forum-forum moderasi beragama dan mengaku sempat khawatir terhadap cara mengajarnya sendiri. Ia menegaskan bahwa istilah wasathiyah lebih tepat dipahami sebagai sikap seimbang, bukan pemaksaan untuk melampaui aturan agama. Menurutnya, tantangan dakwah ke depan adalah menyikapi narasi moderasi dengan bijak tanpa melanggar prinsip syariah.

Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai kalangan, mulai dari kepala sekolah, guru, dosen, hingga tokoh masyarakat, di antaranya Drs. Marsiyo, ST., M.Pd., Kepala SMK Karsa Mulya; Marzuki, M.Pd., Kepala MIS Fathul Iman sekaligus Ketua DKM Masjid Ar-Rasyid; Sigit Abi Prianto, ST., anggota Pemuda Muhammadiyah; serta Dr. Muhammad Noor Fitriyanto, M.Pd., dosen UMP. Kehadiran mereka mencerminkan antusiasme dan perhatian besar terhadap isu moderasi beragama serta dampaknya bagi dunia pendidikan dan pembangunan karakter generasi muda di Kalimantan.

Melalui penyelenggaraan Bincang Kebudayaan ini, KAN menegaskan kembali komitmennya untuk memperkuat kualitas sumber daya manusia melalui kajian kritis, dialog budaya, dan penguatan nilai-nilai akademik yang kontekstual. Kegiatan ini sejalan dengan visi KAN untuk menjadikan Kalimantan sebagai pusat pengetahuan dan inovasi, serta misinya dalam membangun ekosistem pendidikan yang unggul, kritis, dan berakar pada nilai-nilai kultural dan spiritual bangsa.