Kalimantan Academic Network (KAN) Dukung LKMD SMA IT Insantama Bogor

Kegiatan ini diikuti oleh 100 siswa kelas 10 dan dilepas langsung oleh Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim, di Plaza Balai Kota Bogor. Para siswa menjalani long march sejauh 60 kilometer dari Kota Bogor menuju Desa Cikancana, Kabupaten Cianjur, selama dua hari penuh, 12–13 Agustus 2025. Dalam sambutannya, Wali Kota Bogor menekankan bahwa LKMD bukan hanya sekadar teori kepemimpinan di ruang kelas, melainkan pengalaman nyata yang melatih ketangguhan mental, fisik, dan spiritual. Ia menegaskan bahwa pengalaman ini akan menjadi pelajaran hidup yang penting untuk menghadapi masa depan.

Direktur SDM Yayasan Insantama Cendikia (YIC), Rimun Wibowo, menjelaskan bahwa tujuan utama LKMD adalah memutus “mental rantai gajah,” yaitu kecenderungan seseorang merasa tidak mampu sebelum mencoba. Melalui berbagai tantangan yang dihadapi di lapangan, para siswa dibekali keyakinan bahwa mereka mampu menghadapi kesulitan dan meraih pencapaian besar. Hal ini sejalan dengan pengakuan salah satu peserta, Azka, yang semula ragu menempuh perjalanan sejauh 60 kilometer. Namun, dengan persiapan matang dan dukungan dari guru, kakak kelas, serta orang tua, ia optimis bisa menyelesaikan LKMD dengan baik.

Keterlibatan KAN dalam mendukung kegiatan ini selaras dengan visi dan misi organisasi untuk menjadikan Kalimantan sebagai pusat pengetahuan dan inovasi. Dukungan terhadap LKMD menunjukkan komitmen KAN dalam memberdayakan individu dan komunitas melalui pendidikan, sekaligus memperkuat kapasitas kepemimpinan generasi muda. Melalui pengalaman pembelajaran berbasis aksi nyata seperti LKMD, siswa tidak hanya mengasah kemampuan akademik, tetapi juga membangun ketangguhan, kepercayaan diri, dan integritas.

Sebagai jejaring akademik, KAN percaya bahwa kepemimpinan dan ketangguhan merupakan fondasi penting dalam membangun ekosistem pendidikan dan penelitian yang berkualitas. Oleh karena itu, dukungan terhadap kegiatan seperti LKMD menjadi langkah strategis KAN dalam melahirkan calon pemimpin muda yang siap membawa perubahan positif bagi masyarakat, baik di Kalimantan maupun di tingkat nasional dan global.

Bincang Kebudayaan KAN: Moderasi Beragama dan Tantangan Pendidikan di Kalimantan

Palangka Raya, 27 Juli 2025 – Kalimantan Academic Network (KAN) kembali menghadirkan ruang dialog akademik melalui kegiatan Bincang Kebudayaan yang diselenggarakan di Eltipark, Palangka Raya. Acara ini menghadirkan Dr. Fahmy Lukman, M.Hum, dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Bandung, dengan tema “Moderasi Beragama dalam Dunia Pendidikan: Penelusuran Genealogi dan Implikasinya terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia di Masa Depan.” Diskusi berlangsung interaktif dan dipandu oleh Agung Wibowo, Ph.D, selaku host.

Dalam pengantarnya, panitia menegaskan bahwa moderasi beragama kini telah menjadi paradigma baru dalam dunia pendidikan, meski kemunculannya lebih banyak dipicu oleh respons terhadap radikalisasi dan ekstremisme keagamaan di era digital. Tanpa fondasi epistemologis dan historis yang kuat, konsep ini berpotensi menimbulkan kebingungan dalam arah pendidikan dan bahkan dapat memengaruhi pembentukan karakter serta kualitas sumber daya manusia bangsa. Oleh karena itu, penting dilakukan penelusuran genealogis dan kajian kritis terhadap implementasinya.

Dr. Fahmy Lukman dalam paparannya menekankan bahwa Islam memandang kehidupan dunia dan akhirat sebagai satu kesatuan pandangan hidup yang khas, berbeda dengan sekularisme yang memisahkan keduanya atau sosialisme yang menafikan kehidupan sebelum dan sesudah dunia. Perbedaan mendasar inilah yang sering menimbulkan benturan dengan sistem kapitalisme maupun sosialisme. Menurut Dr. Fahmy, seorang Muslim yang konsisten menjalankan ajarannya tidak bisa begitu saja disebut radikal ataupun moderat karena istilah-istilah tersebut tidak memiliki makna substansial dalam Islam.

Diskusi kemudian berkembang dengan hadirnya tanggapan dari peserta. Mofit Saptono, mantan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Tengah, mengingatkan agar istilah moderasi tidak dijadikan alat framing yang dapat menstigma orang berprinsip sebagai radikal. Ia juga menekankan bahwa ujung dari ekstremisme sering digiring menuju isu terorisme yang tidak jarang digunakan sebagai alat politik, sementara pendidikan karakter tetap harus menjadi fokus utama. Sementara itu, Saefullah, dosen Agama Islam Universitas Palangka Raya, merefleksikan pengalamannya mengikuti forum-forum moderasi beragama dan mengaku sempat khawatir terhadap cara mengajarnya sendiri. Ia menegaskan bahwa istilah wasathiyah lebih tepat dipahami sebagai sikap seimbang, bukan pemaksaan untuk melampaui aturan agama. Menurutnya, tantangan dakwah ke depan adalah menyikapi narasi moderasi dengan bijak tanpa melanggar prinsip syariah.

Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai kalangan, mulai dari kepala sekolah, guru, dosen, hingga tokoh masyarakat, di antaranya Drs. Marsiyo, ST., M.Pd., Kepala SMK Karsa Mulya; Marzuki, M.Pd., Kepala MIS Fathul Iman sekaligus Ketua DKM Masjid Ar-Rasyid; Sigit Abi Prianto, ST., anggota Pemuda Muhammadiyah; serta Dr. Muhammad Noor Fitriyanto, M.Pd., dosen UMP. Kehadiran mereka mencerminkan antusiasme dan perhatian besar terhadap isu moderasi beragama serta dampaknya bagi dunia pendidikan dan pembangunan karakter generasi muda di Kalimantan.

Melalui penyelenggaraan Bincang Kebudayaan ini, KAN menegaskan kembali komitmennya untuk memperkuat kualitas sumber daya manusia melalui kajian kritis, dialog budaya, dan penguatan nilai-nilai akademik yang kontekstual. Kegiatan ini sejalan dengan visi KAN untuk menjadikan Kalimantan sebagai pusat pengetahuan dan inovasi, serta misinya dalam membangun ekosistem pendidikan yang unggul, kritis, dan berakar pada nilai-nilai kultural dan spiritual bangsa.